Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WANGI WANGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2021/PN Wgw SUWANTO Kepala Kepolisian Resort Wakatobi Cq. Kasat Reskrimum Polres wakatobi Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 28 Mei 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2021/PN Wgw
Tanggal Surat Jumat, 28 Mei 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SUWANTO
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Wakatobi Cq. Kasat Reskrimum Polres wakatobi
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

KepadaYang Terhormat,

Ketua Pengadilan Negeri Wangi-Wangi Kelas II

Di —

Jl. Ki Hajar Dewantara, Mandati III, Wangi-Wangi,

Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara

 

Hal : PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Dengan Hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini:

  1. DEDI FERIANTO, S.H.,CMLC
  2. AGUNG WIDODO, S.H
  3. ARFIN, S.H.

Masing-masing sebagai Advokat dan Konsultan Hukum dari Firma DEDI FERIANTO & PARTNERS LAW FIRM, SKT Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Nomor AHU-0000214-AH.01.18 Tahun 2020, berkedudukan di Jalan Raya Palagimata, Kompleks BTN Ratu Permai Residance Blok J/10, Kota Baubau, 93721, Sulawesi Tenggara dan Phone: 0811 403 7393, E-mail: dhedy.fherianto@gmail.com, berkewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini bertindak selaku Kuasa Hukum dari:

 

SUWANTO, Jenis Kelamin Laki-Laki, Tempat Tanggal Lahir Baubau, 26 September 1991, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan Swasta, beralamat diJl. Ahmad Yani No.15 D, RT 001, RW 001, Kelurahan Bataraguru, Kecamatan Wolio, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dan Lingk. Antapia Kel. Wandoka Utara, Kec. Wangi-Wangi Kab. Wakatobi. Dalam hal ini telah memilih domisili hukum di alamat Kuasa Hukum tersebut diatas berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: SK.11/DF.Pid/IV/2021 tertanggal 26 Mei 2021. Untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON;

 

MELAWAN

 

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGGARA Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT WAKATOBI Cq. SAT RESKRIM POLRES WAKATOBI yang berkedudukan di Jl. Syech. Abd. Rahman No. 32, Kel. Wandoka, Kec. Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON;

 

Untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Tindakan pemasangan Police Line, Penyitaan dan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak Pidana Dibidang Pertambangan yaitu melakukan pertambangan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 Jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang terjadi pada hari Selasa tanggal 09 Maret 2021 sektar pukul 17.30 Wita bertempat di Kel. Mandati II Kec. Wangi-Wangi Selatan Kab. Wakatobi oleh Sat Reskrim Polres Wakatobi (in casu Termohon).

 

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut:

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
    1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar- benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah   memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak- hak asasi manusia;
    2. Bahwa menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), IDENTIK dengan lembaga pre-trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang;
    3. pada hakekatnya pranata Praperadilan sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Bab XII Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum) guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh aparatpenegak hukum, dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui pranata Praperadilan, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap warga negara (in casu Pemohon);
    4. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan   atau penuntutan;
    5. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar   dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau perundang-undangan lainnya;
    6. Bahwa pakar hukum pidana Indonesia, M. Yahya Harahap menyatakan bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut   tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan;
    7. Bahwa senada dengan pendapat di atas, Loebby Loqman menyatakan bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga Praperadilan juga merupakan bagian dari kerangka sistem peradilan pidana terpadu yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law;
    8. Bahwa sebagaimana dituangkan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusannya Nomor : 65/PUU-IX/2011, tertanggal 1 Mei 2012 pada halaman 30 menyatakan bahwa:

“...filosofi diadakannya pranata Praperadilan justru menjamin hak-hak Tersangka atau Terdakwa sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia”.

Dengan kata lain, tujuan utama dari pranata Praperadilan adalah untuk menjamin hak atau dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Sehingga putusan Praperadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dilakukan banding atau kasasi dan tentu saja putusan Praperadilan tidak dapat dibatalkan atau dianggap batal oleh satu surat keterangan.

  1. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan akan beberapa hal sebagai berikut:
  • Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukantindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang- wenang.
  • Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untukmelindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
  • Hakimdalammenentukangantikerugianharusmemperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
  • Denganrehabilitasiberartiorangitutelahdipulihkanhaknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
  • Kejujuran yang menjiwai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-siabelaka.
    1. Bahwa menurut pendapat Indriyanto Seno Adji, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan Kepolisian dan/atau Kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasantertentu;
    2. Bahwa tindakan upaya paksa, Pemasangan Police line, Penyitaan dan penetapan status seseorang sebagai Tersangka (in casu Pemohon), yang tidak dilakukan berdasarkan hukum atau dilakukan secara tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan nya melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga sesuai dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak AsasiManusia.
  • Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesiaTahun 1945 menentukan dengan sangat jelas bahwa:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

  • Pasal17Undang-UndangRepublikIndonesiaNomor39Tahun1999tentang Hak Asasi Manusia berbunyi sebagai berikut:
    1. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Sebaliknya, apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslahdikoreksi/dibatalkan;
    2. Bahwa secara khusus, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Perkara Nomor : 21/PUUXII/ 2014, tanggal 28 April 2015 telah memberikan penegasan dan interpretasi bahwa Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan merupakan objek praperadilan;
Pihak Dipublikasikan Ya