Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WANGI WANGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Wgw LA SATTO BIN LA DAHARU KEPALA KEPOLISIAN RESORT WAKATOBI cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR TOMIA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 19 Mar. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Wgw
Tanggal Surat Jumat, 19 Mar. 2021
Nomor Surat 002/Pra/AKH-L&P/III/2021
Pemohon
NoNama
1LA SATTO BIN LA DAHARU
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESORT WAKATOBI cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR TOMIA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini masing - masing :

  1. LUWI SUTAHER, SH
  2. AHMAD, SH
  3. SUBARIO, SH
  4. ACHMAD FARIZ

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 04/AKH-L&P/SK.K/III/2021 tertanggal 18 Maret 2021, bertindak untuk dan atas nama klien kami di bawah ini :

 

Nama                                                               :   LA SATTO BIN LA DAHARU

Umur                                                               :   64 Tahun

Tempat/tgl lahir                     :   Buton/01 Juli 1956

Jenis Kelamin                                   :   Laki-laki

Pekerjaan                                               :   Nelayan

Kewarganegaraan                   :   Indonesia

Pendidikan terakhir             :   Tidak Ada

Agama                                                           :   Islam

Alamat                                                           :   Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi

 

Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut di atas, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON

 

Dengan ini Pemohon mengajukan pemeriksaan Praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran Hak-Hak Asasi Pemohon serta tidak terpenuhinya syarat formil dan materil penangkapan dan penahanan serta tindakan lain yang dilakukan Penyidik sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 17, pasal 18, pasal 21, pasal 65, pasal 72, KUHAPidana Jo Pasal 25 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana yang telah dikenakan atas diri PEMOHON, yang dilakukan oleh :

 

NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, cq KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULTRA, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT WAKATOBI cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR TOMIA yang berlamat di Kelurahan Waha Kecamatan Tomia Kabupaten Wakatobi

 

Bahwa adapun dasar permohonan pemeriksaan Praperadilan adalah sebagaimana yang diatur dalam BAB X bagian Kesatu, pasal 77 sampai dengan pasal 83 KUHAP,   Pasal 95 dan Pasal 124 KUHAP

 

Adapun alasan-alasan diajukannya Praperadilan adalah sebagai berikut :

 

A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN.

 

  1. Bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum   atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang Terduga, tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.

 

  1. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP serta Pasal 124 KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dan sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.

 

  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyelidikan dan penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.

 

  1. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
    1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
    2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
    3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
    4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
    5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka. Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Termohon sebagai salah satu institusi yang melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.

 

  1. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa :

 

  1. Tersangka terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan,  
  2. tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan Penyelidik, penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan Praperadilan.

 

  1. Bahwa mendasari substansi pada poin 6 di atas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :
    1. Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik diantaranya menetapkan seseorang menjadi Tersangka dan tindakan lainnya sebagaimana KUHAP
    2. Penetapan seseorang sebagai Tersangka akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu Pemohon.
    3. Bahwa dengan ditetapkannya seseorang menjadi Tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu Pemohon telah dirampas.
    4. Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah cacat yuridis, tindakan Termohon tersebut masih diikuti tindakan lain berupa tidak transparannya penyidikan kepada keluarga, tidak profesionalnya aparat penegak hukum serta tindakan diskriminasi yang mengabaikan asas equality be fore the law adalah merupakan perbuatan sewenang-wenang dan merupakan pembunuhan karakter yang berdampak tercemarnya nama baik Pemohon dan Keluarga.
    5. Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon secara sewenang-wenang kepada Pemohon telah mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil yang sulit ditentukan besarnya untuk seorang  yang menjadi tulang punggung Istri dan anak-anaknya
    6. Tindakan lainnya yang tidak profesional yang  dilakukan oleh Termohon yakni dengan mengeluarkan berita di media suryametro.id “jika Pemohon adalah seseorang paman yang tega mencabuli keponakannya yang berumur 15 tahun berkali kali dikamarnya tanpa adanya dan atau belum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap adalah  merupakan tindakan yang melanggar azas presumption of innocence (praduga tak bersalah) serta perbuatan Termohon yang menangkap dan menetapkan tersangka serta menahan Pemohon yang sama sekali tuduhan tersebut  tidak perna dilakukan Pemohon, bahkan bukti dokumen foto serta saksi-saksi yang membuat terang terkait dengan adanya tindak pidana dan siapa terduga kuat dan atau tersangka kuat, diabaikan begitu saja oleh Termohon.

 

Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (Tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 10 ayat (1) : “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”. Pasal 5 ayat (1) : “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

 

  1. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan.

 

  1. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari penyidik/ penuntut umum yang dapat menjadi objek Praperadilan. Beberapa tindakan lain dari penyidik atau penuntut umum, antara lain penyitaan dan penetapan sebagai tersangka, telah dapat diterima untuk menjadi objek dalam pemeriksaan Praperadilan. Sebagai contoh Putusan Perkara Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/PN.Bky., tanggal 18 Mei 2011 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012, yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan. Terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara Praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/ PN.Jkt-Sel. telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain ”tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka”.

 

  1. Bahwa beberapa contoh putusan Praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yuriprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan atas tindakan penyidik/ penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan.

 

Bahwa penetapan status seseorang sebagai Tersangka in casu Pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/ atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang berbunyi : “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”. Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan sistematis (de systematische interpretatie) termasuk meliputi penggunaan wewenang Penyelidik dan Penyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti diantaranya menetapkan seseorang sebagai tersangka secara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP yaitu (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan

Pihak Dipublikasikan Ya