Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WANGI WANGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2019/PN Wgw La Ode Suriadin Polres Wakatobi Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 04 Des. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2019/PN Wgw
Tanggal Surat Rabu, 04 Des. 2019
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1La Ode Suriadin
Termohon
NoNama
1Polres Wakatobi
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Yang bertantangan dibawah ini :

Junaidin.SH.MH., adalah Advokat/Penasihat Hukum/Konsultan Hukum dari Kantor Hukum Junaidin Law Office&Pantners   beralamat di Jln. Poros Kapota, dusun II, Desa Kapota, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien Kami :

Nama: La Ode Suriadin, Jenis Kelamin: Laki-Laki, tempat, Tgl Lahir: Waha, 10 Agustus 1997, Agama: Islam, pekerjaan: Wiraswasta, beralamat:       Desa Waha Kecamatan Wangi-wangi kabupaten Wakatobi, Yang selanjutnya mohon disebut sebagai Pemohon;

Dengan ini mengajukan permohonan Praperadilan terhadap :

Kepolisian Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara cq Kepala Kepolisian Resort Wakatobi, yang beralamat di Jalan Kelapa Kelurahan Wandoka   Kecamatan Wangi-wangi kabupaten Wakatobi . Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON;

Adapun dasar dan alasan diajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:

 

       

  1. Dasar Hukum Permohonan Pra Peradilan
  1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya Lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Angglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupu   pembatasan kemerdakaan terhadap seorang Tersangka atau terdakwa benar-benar telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan Hak asasi Manusia.
  2. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,   penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi  International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa   dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap   hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,   penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
  3. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  1. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum  common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut  ”terobosan hukum” (legal-breakthrough)  atau hukum yang prorakyat  (hukum progresif)  dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
  2. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

  1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk  Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk  Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  1. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
  2. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam BAB X Bagian Kesatu KUHAP dan BAB XII Bagian Kesatu KUHAP.Secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan Horizontal untuk menguji Keabsahan penggunaan wewenang oleh Aparat penegak hukum (ic.Penyelidik/Penyidik maupun Penutut Umum) sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila secara sewenang-wenang dengan maksud dan tujuan lain diluar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP,guna menjamin perlindungan hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Menurut Luhut M.Pangaribuan lembaga praperadilan yang terdapat didalam KUHAP identik dengan lembaga Pre Trial yang terdapat diamerika serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus  yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa didalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.
  3. Bahwa lembaga praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan dan penuntutan.
  4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau Perundang-undangan lainnya.
  5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
  1. Agar Penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
  2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip Hak asasi Manusia.
  3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama,baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
  4. Dengan Rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
  5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka;
  1.  Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan Dalam KUHAP atau Perundang-undangan yang berlaku, Artinya setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan dengan baik dan pada giliriannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses (Penetapan Tersangka) tidak terpenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
  2. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari penyidik/Penuntut umum yang dapat menjadi Obyek Praperadilan. Beberapa tindakan lain dari penyidik atau penuntut umum antara lain penyitaan dan penetapan sebagai tersangka, telah dapat diterima sebagai obyek dalam pemeriksaan Praperadilan. Sebagai contoh putusan perkara Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Pra/PN.Bky tanggal 18 Mei 2011 Jo Putusan Mahkamah Agung No. 88PK /Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012, yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan.Terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka Putusan Praperadilan Pengadilan Jakarta Selatan No. 38/Pid.Pra/2012/PN.Jkt.Sel. telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain”tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka”.
  3. Bahwa beberapa contoh putusan Praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan atas tindakan penyidik/Penuntut Umum yang pengaturannya diluar ketentuan pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan menjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan;
  4. Bahwa penetapan status seseorang sebagai tersangka in casu Pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit dan ruh KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan pasal 17 Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi :
    •  

 

  1. Bahwa mengenai kronologis terjadinya Tindak Pidana Percobaan Pemerkosaan tersebut sampai dengan peristiwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON akan diuraikan sebagai berikut:
    • Bahwa pada hari minggu tanggal 06 Oktober 2019 sekitar pukul 01.00 saya berada dipesta di desa waha dan tiba-tiba disuruh oleh suami Meriandani (Muli/Ramli) untuk mengantarkan istrinya pulang. Kerena saya disuruh oleh   suaminya yang saya sudah anggap sebagai Abang-abang dikampung saya cepat-cepat ambil motor dan mengikuti Meriandani dan menuju rumahnya.
    • Setelah sampai dirumahnya Meriandani, meriandani masuk kerumahnya dan   saya langsung balik ketempat pesta.
    • Jarak rumah meriandani dengan pesta ± 500 M.
    • Setelah saya tiba ditempat pesta saya parker motorku disamping tempat pesta
    • Setelah itu saya masih duduk kembali dengang teman-teman disamping tempat pesta yaitu salah satunya suami Meriandani.
    • Setelah kurang lebih 30 menit saya duduk, tiba-tiba dipanggil oleh Amal dan sayapu beranjak menuju Amal.
    • Setelah saya disisi Amal padahal sudah ada yang menunggu saya yaitu ROZIK, dan Rahmat didekat lorong rumahnya AMAL.
    • Tanpa banyak Tanya mereka bertiga langsug memukul saya tanpa saya ketahui apa kesalahan saya.
    • Disaat saya dipukuli saya berusaha lari kejalan raya dan disitu ada yang dating mengamankan saya yaitu Kasran (Arman)
    • Setelah itu datang suami Meriandani menjepit leher saya dengan lengannya
    • Setelah itu bapakku datang dan dan melepaskan jepitan suami Meriandani (Ramli) dan langsug mengamankan saya dirumah.
    • Sesampai dirumah saya tidur karena merasakan sakit dibadan saya.
    • Sekitar jam 04.00 subuh saya di angkat oleh polisi dan dimasukan di mobil patroli
    • Pemohon masih tidak tau kenapa dia ditahan malam itu tanpa ada surat pemberitahuan penahanan kepada keluarga saya
    • Setelah siang saya didatangi oleh keluarga saya untuk melakukan visum
    • Setelah selelsai saya visum saya langsug laporkan RAMLI, ROZIK, AMAL, dan RAHMAT terkait kasus penganiayaan terhadap Pemohon.
    • Setelah saya laporkan penganiyaan, saya masih ditahan dan bermalam lagi di Polres terkait laporan Meriandani.
    • Sekitar tanggal 17 Oktober 2019 sekitar pukul 19.00 WIB saya ditelpon oleh penyidik untuk datang menghadap, dan saya memenuhi panggilan termohon dan saat itu saya di foto.
    • Setelah saya mau balik malam itu saya disuruh datang besoknya.
    • Setelah ke esokan harinya saya datang menghadap ke penyidik utuk diambil BAP tanpa di wakili oleh kuasa hukum.
    • Setelah di ambil BAP Termohon sudah tidak bisa pulang karena sudah ditetapkan jadi tersangka.

                                                                                                                                                                                       

Dengan demikian mengacu kepada ruh atau asas fundamental KUHAP Junto Ketentuan pasal 17 UU HAM, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan Sistematis termasuk meliputi penggunaan wewenang Penyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti diantaranya menetapkan seseorang sebagai tersangka secara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan dalam pasal 77 KUHAP yaitu (a) sah atau tidaknya Penangkapan,Penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;dan (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. ANALISA YURIDIS
  1. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON dan juga (maaf) sangat biadab! Karena fakta kejadian adalah PEMOHON di tangkap oleh TERMOHON tanpa menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan serta tidak memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga, Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

                                                                      Pasal 18 ayat (1) KUHAP:

Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”

                                                                        Pasal 18 ayat (3) KUHAP

Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan...”

  1. Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:

Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:

Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…”

Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009:

Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;
  2. Tersangka diperkirakan akan melarikan diri;
  3. Tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
  4. Tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;
  5. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan…”

                                                        Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:

    Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

“memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…”

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

Menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…”

                      Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:“…Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum…”

Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

 “…Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan…”

  1. PENANGKAPAN TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP
    1. BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;
    2. Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan terhadap PEMOHON telah tidak menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan tidak melakukan pemanggilan terhadap PEMOHON untuk dimintai keterangan, padahal ketentuan Pasal 112 KUHAP mengatur sebagai berikut:Pasal 112 KUHAP:
    3. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;
    4. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…”

Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai berikut:

“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;

  1. Bahwa ternyata TERMOHON tidak melakukan pemanggilan melalui pemberitahuan secara sah dan resmi kepada PEMOHON, demikian pula penangkapan yang dilakukan terhadap PEMOHON tanpa adanya suatu surat resmi;
  2. Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan KUHAP, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHONsebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum. Hal ini sesuai dengan, antara lain, perintah Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“

Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:

“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;

  1. Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan olehTERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak PERMOHONAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON

 

  1. PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON
    1. BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;
    2. Bahwa tindakan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
    3. Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:

Pasal 9 ayat (1):

“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”

Pasal 9 ayat (2)

“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”                      

Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah.,

  1. Bahwa di samping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil berupa:

Bahwa PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM     oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah menimbulkan trauma hidup, stress, ketakutan serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Wangi-wangi agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:

  1. Memerintahkan agar TERMOHON dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN dan PEMANGGILAN PEMOHON YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;
  2. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON Prinsipal atas nama Keluarga La Ode Suriadin   dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM
  3. Menyatakan menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
  4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;

Atau apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo et Bono).

Demikian Permohonan Praperadilan ini kami Sampaikan.

 

Wakatobi, 4 Desember 2019

 

Hormat kami

Kuasa/ Penasihat Hukum Pemohon

 

 

 

 

JUNAIDIN.SH.MH

Pihak Dipublikasikan Ya